Apa hukum merayakan hari kelahiran nabi Muhammad SAW? sebuah pertanyaan yang pernah juga terlontar dari kalangan masyarakat, nah disini saya akan bagi ilmu yang saya dapatkan dari buku terbitan kementrian agama Arab Saudi. Permasalah peringatan maulid nabi ini tentu sangat berbeda dengan perayaan tahun baru masehi yang baru saja dilewati sebagian orang dengan pesta pora. Berikut ini pemaparan lengkap tentang Perkara Perayaan milad nabi agung Muhammad SAW.
Tanya Jawab (422) Maulid Nabi s.a.w. dan Bid'ah
Tanya :
Assalaamu'alaikum Wr.Wb.
Ustadz yang saya hormati: Saya pernah membaca dari buku terbitan kementrian agama Arab Saudi bahwa Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan dan dicontohkan pada masa Nabi Muhammad SAW maupun pada masa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Dalam buku tersebut diperkuat pula dengan hadist-hadist shahih. Yang ingin saya tanyakan adalah: "Bagaimana dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia apakah ada hadist yang membenarkannya dan bagaimana sikap kita untuk menghadapi sesuatu yang dikatagorikan bid'ah?"
Wassalaamu'alaikum
Ustadz yang saya hormati: Saya pernah membaca dari buku terbitan kementrian agama Arab Saudi bahwa Peringatan Maulid Nabi tidak pernah dilakukan dan dicontohkan pada masa Nabi Muhammad SAW maupun pada masa sahabat-sahabat Nabi Muhammad SAW. Dalam buku tersebut diperkuat pula dengan hadist-hadist shahih. Yang ingin saya tanyakan adalah: "Bagaimana dengan perayaan Maulid Nabi Muhammad SAW di Indonesia apakah ada hadist yang membenarkannya dan bagaimana sikap kita untuk menghadapi sesuatu yang dikatagorikan bid'ah?"
Wassalaamu'alaikum
Jawab :
Assalamua'alikum war. wab.
Ada tradisi umat Islam di banyak negara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya, untuk senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti Peringatan Maulid Nabi SAW, peringatan Isra' Mi'raj, peringatan Muharram, dan peringan Hari Besar Islam lainnya. Bagaimana sebenarnya aktifitas-aktifitas itu? Secara khusus, Nabi Muhammad SAW memang tidak pernah menyuruh hal-hal demikian. Karena tidak pernah menyuruh, maka secara spesial pula, hal ini tidak bisa dikatakan "masyru'" [disyariatkan], tetapi juga tidak bisa dikatakan berlawanan dengan teologi agama. Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah "mengingat kembali hari kelahiran beliau --atau peristiwa-peristiwa penting lainnya-- dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada kejadian itu". Misalnya, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itu bisa kita jadikan sebagai bentuk "mengingat kembali diutusnya Muhammad SAW" sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja kita bisa mendapatkan semangat-semangat khusus dalam beragama, tentu ini akan mendapatkan pahala. Apalagi jika peringatan itu betul-betul dengan niat "sebagai bentuk rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW".
Ada tradisi umat Islam di banyak negara, seperti Indonesia, Malaysia, Brunai, Mesir, Yaman, Aljazair, Maroko, dan lain sebagainya, untuk senantiasa melaksanakan kegiatan-kegiatan seperti Peringatan Maulid Nabi SAW, peringatan Isra' Mi'raj, peringatan Muharram, dan peringan Hari Besar Islam lainnya. Bagaimana sebenarnya aktifitas-aktifitas itu? Secara khusus, Nabi Muhammad SAW memang tidak pernah menyuruh hal-hal demikian. Karena tidak pernah menyuruh, maka secara spesial pula, hal ini tidak bisa dikatakan "masyru'" [disyariatkan], tetapi juga tidak bisa dikatakan berlawanan dengan teologi agama. Yang perlu kita tekankan dalam memaknai aktifitas-aktifitas itu adalah "mengingat kembali hari kelahiran beliau --atau peristiwa-peristiwa penting lainnya-- dalam rangka meresapi nilai-nilai dan hikmah yang terkandung pada kejadian itu". Misalnya, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Itu bisa kita jadikan sebagai bentuk "mengingat kembali diutusnya Muhammad SAW" sebagai Rasul. Jika dengan mengingat saja kita bisa mendapatkan semangat-semangat khusus dalam beragama, tentu ini akan mendapatkan pahala. Apalagi jika peringatan itu betul-betul dengan niat "sebagai bentuk rasa cinta kita kepada Nabi Muhammad SAW".
Dalam Shahih Bukhari diceritakan, sebuah kisah yang
menyangkut tentang Tsuwaibah. Tsuwaibah adalah budak [perempuan] Abu
Lahab [paman Nabi Muhammad [SAW]. Tsuwaibah memberikan kabar kepada Abu
Lahab tentang kelahiran Muhammad [keponakannya], tepatnya hari Senin
tanggal 12 Robiul Awwal tahun Gajah. Abu Lahab bersuka cita sekali
dengan kelahiran beliau. Maka, dengan kegembiraan itu, Abu Lahab
membebaskan Tsuwaibah. Dalam riwayat disebutkan, bahwa setiap hari
Senin, di akhirat nanti, siksa Abu Lahab akan dikurangi karena pada hari
itu, hari kelahiran Nabi Muhammad SAW, Abu Lahab turut bersuka cita.
Kepastian akan hal ini tentu kita kembalikan kepada Allah SWT, yang
paling berhak tentang urusan akhirat. Peringatan Maulid Nabi Muhammad
SAW secara seremonial sebagaimana yang kita lihat sekarang ini, dimulai
oleh Imam Shalahuddin Al-Ayyubi, komandan Perang Salib yang berhasil
merebut Jerusalem dari orang-orang Kristen. Akhirnya, setelah terbukti
bahwa kegiatan ini mampu membawa umat Islam untuk selalu ingat kepada
Nabi Muhammad SAW, menambah ketaqwaan dan keimanan, kegiatan ini pun
berkembang ke seluruh wilayah-wilayah Islam, termasuk Indonesia. Kita
tidak perlu merisaukan aktifitas itu. Aktifitas apapun, jika akan
menambah ketaqwaan kita, perlu kita lakukan.
Tentang pendapat Ulama
dan Pemerintah Arab Saudi itu, memang benar, sebagaimana yang kami
tulis di atas. Tetapi, jika kita ingin 100% seperti zaman Nabi Muhammad
SAW, apapun yang ada di sekeliling kita, jelas tidak ada di zaman Nabi.
Yang menjadi prinsip kita adalah esensi. Esensi dari suatu kegiatan
itulah yang harus kita utamakan. Nabi Muhammad SAW bersabda : 'Barang
siapa yang melahirkan aktifitas yang baik, maka baginya adalah pahala
dan [juga mendapatkan] pahala orang yang turut melakukannya' (Muslim
dll). Makna 'aktifitas yang baik' --secara sederhananya--adalah
aktifitas yang menjadikan kita bertambah iman kepada Allah SWT dan
Nabi-Nabi-Nya, termasuk Nabi Muhammad SAW, dan lain-lainnya.
Masalah Bid'ah:
Masalah Bid'ah:
Ibnu
Atsir dalam kitabnya "Annihayah fi Gharibil Hadist wal-Atsar" pada bab
Bid'ah dan pada pembahasan hadist Umar tentang Qiyamullail (sholat
malam) Ramadhan "Sebaik-baik bid'ah adalah ini", bahwa bid'ah terbagi
menjadi dua : bid'ah baik dan bid'ah sesat. Bid'ah yang bertentangan
dengan perintah qur'an dan hadist disebut bid'ah sesat, sedangkan bid'ah
yang sesuai dengan ketentuan umum ajaran agama dan mewujudkan tujuan
dari syariah itu sendiri disebut bid'ah hasanah. Ibnu Atsir menukil
sebuah hadist Rasulullah "Barang siapa merintis jalan kebaikan maka ia
akan mendapatkan pahalanya dan pahala orang orang yang menjalankannya
dan barang siapa merintis jalan sesat maka ia akan mendapat dosa dan
dosa orang yang menjalankannya". Rasulullah juga bersabda "Ikutilah
kepada teladan yang diberikan oleh dua orang sahabatku Abu Bakar dan
Umar". Dalam kesempatan lain Rasulullah juga menyatakan "Setiap yang
baru dalam agama adala Bid'ah". Untuk mensinkronkan dua hadist tersebut
adalah dengan pemahaman bahwa setiap tindakan yang jelas bertentangan
dengan ajaran agama disebut "bid'ah".
Izzuddin bin Abdussalam
bahkan membuat kategori bid'ah sbb : 1) wajib seperti meletakkan
dasar-dasar ilmu agama dan bahasa Arab yang belum ada pada zaman
Rasulullah. Ini untuk menjaga dan melestarikan ajaran agama.Seperto
kodifikasi al-Qur'an misalnya. 2) Bid'ah yang sunnah seperti mendirikan
madrasah di masjid, atau halaqah-halaqah kajian keagamaan dan membaca
al-Qur'an di dalam masjid. 3) Bid'ah yang haram seperti melagukan
al-Qur'an hingga merubah arti aslinya, 4) Bid'ah Makruh seperti
menghias masjid dengan gambar-gambar 5) Bid'ah yang halal, seperti
bid'ah dalam tata cara pembagian daging Qurban dan lain sebagainya.
Syatibi
dalam Muwafawat mengatakan bahwa bid'ah adalah tindakan yang diklaim
mempunyai maslahah namun bertentangan dengan tujuan syariah.
Amalan-amalan yang tidak ada nash dalam syariah, seperti sujud syukur
menurut Imam Malik, berdoa bersama-sama setelah shalat fardlu, atau
seperti puasa disertai dengan tanpa bicara seharian, atau meninggalkan
makanan tertentu, maka ini harus dikaji dengan pertimbangan maslahat dan
mafsadah menurut agama. Manakala ia mendatangkan maslahat dan terpuji
secara agama, ia pun terpuji dan boleh dilaksanakan. Sebaliknya bila ia
menimbulkan mafsadah, tidak boleh dilaksanakan.(2/585)
Ada juga
pendapat yang mengatakan bahwa bid'ah terjadi hanya dalam
masalah-masalah ibadah. Namun di sini juga ada kesulitan untuk
membedakan mana amalan yang masuk dalam kategori masalah ibadah dan mana
yang bukan. Memang agak rumit menentukan mana bid'ah yang baik dan
tidak baik dan ini sering menimbulkan percekcokan dan perselisihan
antara umat Islam, bahkan saling mengkafirkan. Selayaknya kita tidak
membesar-besarkan masalah seperti ini, karena kebanyakan kembalinya
hanya kepada perbedaan cabang-cabang ajaran (furu'iyah). Kita
diperbolehkan berbeda pendapat dalam masalah cabang agama karena ini
masalah ijtihadiyah (hasil ijtihad ulama).
Sikap yang kurang terpuji dalam mensikapi masalah furu'iyah adalah menklaim dirinya dan pendapatnya yang paling benar.
Demikian, semoga membantu
M. Luthfi Thomafi
Demikian, semoga membantu
M. Luthfi Thomafi